Jumat, 17 April 2020

Sejarah Perumusan UUD Negara Republik Indonesia [Tahun] 1945

Wawan Setiawan Tirta
Sejarah Perumusan UUD Negara Republik Indonesia [Tahun] 1945

Penjajahan Belanda ini berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret . Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia. Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah di dalam melawan tentara Sekutu. Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944.



Karena Jepang terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu juanji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Ganseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa & Madura) No. 23.

Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki & mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan.

BPUPKI resmi dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso & Ichibangase Yosio(orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko & Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari: 62 orang anggota aktif adalah tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua daerah & aliran, serta 7 orang anggota istimewa adalah perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak suara (keanggotaan mereka adalah pasif, yang artinya mereka hanya hadir dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).

Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, & juga adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu adalah sebagai berikut :

Suasana Sidang BPUPKI



Persidangan Resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945

Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan & sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman kolonial Belanda gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda" pada masa penjajahan Belanda), & kini gedung itu dikenal dengan sebutanGedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari & baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, & berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara "IndonesiaMerdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.

Upacara pelantikan & seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI & juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.

Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka agenda acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasionalIndonesia, yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara Republik Indonesia itu adalah sebagai berikut :

Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “ 1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; & 5. Kesejahteraan Rakyat ” .

Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat & Demokrasi; 4. Musyawarah; & 5. Keadilan Sosial ” .

Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Pancasila", yaitu: “ 1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme & Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; & 5. Ketuhanan Yang Maha Esa ” .

Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih menurut dia bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “ 1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; & 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan ” . Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan sila: “ Gotong-Royong ” , ini adalah merupakan upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila & tanggal 1 Juni ditetapkan & diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih.

Masa antara Sidang Resmi Pertama & Sidang Resmi Kedua

Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk & memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:
Ir. Soekarno
Ki Bagus Hadikusumo
K.H. Wachid Hasjim
Mr. Muh. Yamin
M. Sutardjo Kartohadikusumo
Mr. A.A. Maramis
R. Otto Iskandar Dinata
Drs. Muh. Hatta


Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu:
Ir. Soekarno
Drs. Muh. Hatta
Mr. A.A. Maramis
K.H. Wachid Hasyim
Abdul Kahar Muzakkir
Abikusno Tjokrosujoso
H. Agus Salim
Mr. Ahmad Subardjo
Mr. Muh. Yamin

Panitia kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang & berhasil merumuskan Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”  yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement  Agreement".

Adapun bunyi lengkapnya “Piagam Jakarta” adalah sebagai berikut:
Mukaddimah
          Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa & oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan & perikeadilan
          & perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil & makmur.
          Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, & dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
          Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia & seluruh tumpah darah Indonesia & untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa & ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi & keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil & beradab, persatuan Indonesia, & kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilam, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jakarta, 22-6-2605
Ir. Soekarno
Drs. Muh. Hatta
Mr. A.A. Maramis
K.H. Wachid Hasjim
Abdul Kahar Muzakkir
H. Agus Salim
Abikusno Tjokrosujoso
Mr. Ahmad Subardjo
Mr. Muhammad Yamin






Persidangan Resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-16 Juli 1945.
Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10Juli 1945 hingga tanggal 16 Juli 1945. Hari pertama sidang BPUPKI dimulai dengan diumumkannya dengan penambahan 6 anggota baru yaitu 1) Abdul Fatah Hasan; 2) Asikin Natanegara; 3) Soerjo Hamidjojo; 4) Muhammad Noor, 5) Besar & 6 ) Abdul Kaffar. Pada sidang pertama ini ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas & tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Salah keputusan penting dalam rapat BPUPKI tanggal 10 Juli 2016 adalah diambilnya keputusan tentang bentuk Negara. Dari 64 suara (ada beberapa anggota yang tidak hadir) yang pro republic sebanyak 55 orang, 6 orang yang menginginkan bentuk kerajaan, 2 orang mengingkan bentuk lain.dan 1 orang yang blangko.

Ketika akan mengambil pemungutan suara untuk menentukan bentuk negara, para pendiri negara diliputi  suasana yang penuh dengan permufakatan, tanggung jawab, toleransi, & religius sebagaimana tergambar dalam dialog di bawah ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:125-127) “…

Anggota MOEZAKIR:
Saya mohon dari Tuan-tuan anggota sekalian! Oleh karena kita menghadapi saat yang suci, baiklah kita mengheningkan cipta, supaya janganlah hati kita dipengaruhi oleh sesuatu hal yang tidak suci, tetapi dengan segala keikhlasan menghadapi keputusan tentang bentuk negara yang akan didirikan, dengan hati yang murni, yang tidak terpengaruh oleh sesuatu maksud yang tidak suci. Oleh karena itu, saya mohon kepada paduka Tuan-tuan sekalian, sukalah Tuan-tuan berdiri di hadapan hadirat Allah Subhanahuwataala untuk meminta doa.

Ketua RADJIMAN:
Usul itu kita turuti & saya minta marilah kita mengheningkan cipta, supaya mendapat pikiran yang suci & murni dalam pemilihan.
Rapat meminta doa dengan pimpinan Ki Bagoes Hadikoesoemo yang membacakan Fatihah. Sesudah itu diadakan pemungutan suara.

Anggota DASAAD:
Tuan Ketua, kami sudah mengetahui, bahwa ada 64 stem. Yang memilih republik, ada 55 stem, kerajaan 6, lain-lain 2 & belangko 1.

Ketua:
Saya mengucapkan terima kasih atas pekerjaan komisi. Anggota sekalian sudah mendengar, bahwa telah dipilih oleh sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai yang kedua kali ini, yang melahirkan 64 stem, ialah yang 55 republik, 6 kerajaan, 1 belangko & 2 lain-lain. Jadi, semuanya ada 64. Sudah ada ketetapan dalam waktu ini, nanti kita membuat pelaporan yang sejelas-jelasnya.

Anggota SOEKARNO:
Jadi, putusan Panitia itu republik?

Ketua RADJIMAN:
Sudah terang republik yang dipilih dengan suara terbanyak. Sekarang saya minta beristirahat. ….”
Semangat nasionalisme & patriotisme terlihat sangat nyata dalam perbincangan dalam Sidang BPUPKI tanggal 10 & 11 Juli 1945 ketika membahas masalah wilayah negara. Semangat tersebut, antara lain dikemukakan oleh beberapa tokoh berikut ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:132-144).

Anggota MOEZAKIR:
…. Maka apabila bangsa Indonesia pada masa ini mempunyai ketinggian kehendak & kemauan, & menjunjung tinggi apa yang angan-angankan, hendaklah sanggup pula mengakui bahwa tanah Melayu itu sebagian dari tanah air kita…. tanah Papua itu pula menjadi sumber kekayaan kita. Janganlah sumber kekayaan, yang diwariskan oleh nenek moyang kita hilang dengan sia-sia belaka. Oleh karena itu, saya setuju, bahwa dalam menentukan batas halaman tanah air kita hendaklah kita berpikir dengan sebaik-baiknya; janganlah didasarkan pada soal, apakah kita kita sanggup atau tidak sanggup, tetapi pula apakah akan timbul kesanggupan akan merdeka atau tidak….

Anggota YAMIN:
…. Soal lain pula berhubung dengan tanah Papua. Memang hal ini dalam ilmu pengetahuan, ethnologie, bahasa, geografi ada yang menyebutkan, bahwa pulau Papua tidak masuk tanah Indonesia.Tetapi faham ini hanyalah dilahirkan oleh orang-orang yang mengarang buku yang bersangkutan. Tetapi ada juga faham-faham lain yang mengatakan, bahwa seluruh pulau Papua masuk Indonesia. Perkataan “Indonesia” dibuat oleh orang yang mempunyai faham yang mengatakan, bahwa Indonesia melingkungi daerah Malaya & Polinesia. Jadi, dengan sendirinya pada waktu perkataan “Indonesia” lahir dimaksudkan bahwa tanah Papua masuk dalam daerah Indonesia. …

Anggota ABDUL KAFFAR:
…. dalam ilmu strategi alangkah besar bagi kedua-duanya untuk menjaga sisi masing-masing. Artinya kalau kita melihat batas kita di Timur, ke Pulau Timor, saya setuju sekali dengan anggota yang terhormat Muh Yamin, yaitu agar pulau itu dimasukkan dalam lingkungan kita, terletak Indonesia baru, begitu pula Borneo Utara, di mana terletak Serawak, & juga negara Papua bukanlah kita bersifat meminta, tetapi hal itu beralaskan kebangsaan. …

Anggota SOEMITRO KOLOPAKING:
…. Jikalau peperangan sudah berakhir & kemenangan akhir telah tercapai, kita dapat melengkapkan aturan-aturan itu menjadi aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan zaman pada waktu itu, dengan permintaan Indonesia merdeka ialah seluas Indonesia-Belanda dahulu. Jikalau kemenangan akhir tercapai & ada permintaan yang nyata dari Malaya Selatan, Borneo Utara bahwa rakyat di situ merasa juga ingin masuk dalam lingkungan kita, dengan senang hati mereka akan kita terima sebagai bangsa kita di dalam Indonesia merdeka.”

Dalam membahas masalah wilayah negara, masih banyak tokoh pendiri negara yang menyampaikan usulnya, seperti Moh. Hatta, Soekarno, Soetardjo, Agoes Salim, A.A. Maramis, Sanoesi, & Oto Iskandardinata. Akhirnya diputuskan, bahwa wilayah Indonesia Merdeka adalah Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis & pulau-pulau sekitarnya.

Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945, setelah mendengarkan pandangan & pemikiran 20 orang anggota, maka dibentuklah tiga Panitia Kecil, yaitu:
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, dengan ketua Ir. Soekarno.
Panitia Perancang Keuangan & Perekonomian, dengan ketua Moh. Hatta.
Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air, dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso.


Agenda sidang BPUPKI yang kedua juga membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi & keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan & pengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), & Panitia Ekonomi & Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).

Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar,

  • Membentuk Panitia Perancang “Declaration of Rights”, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, & Parada Harahap.
  • Membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut: Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil) Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota) Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota) Mr. Alexander Andries Maramis (anggota) Mr. Raden Panji Singgih (anggota) Haji Agus Salim (anggota) Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)

Selain itu,  Panitia Perancang Undang-Undang Dasar menghasilkan kesepakatan:

  • Bentuk “Unitarisme”.
  • Kepala Negara di tangan satu orang, yaitu Presiden.

Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut. Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar berhasil membahas beberapa hal & menyepakati antara lain ketentuan tentang Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, & membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, & Supomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.

Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan agenda “Pembicaraan tentang pernyataan kemerdekaan”. Sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu : Pernyataan tentang Indonesia Merdeka Pembukaan Undang-Undang Dasar Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945", yang isinya meliputi : Wilayah negara Indonesia adalah sama dengan bekas wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang adalah wilayah Sabah & wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang adalah wilayah negara Timor Leste), & pulau-pulau di sekitarnya, Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan, Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik, Bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih, Bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia.

Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada akhirnya disetujui dengan urutan & redaksion yang sedikit berbeda.

Sedangkan sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan acara “Pembahasan Rancangan Undang- Undang Dasar”. Setelah Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, Soekarno memberikan penjelasan naskah yang dihasilkan & mendapatkan tanggapan dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan terhadap naskah Undang-Undang Dasar.

Penjelasan Soepomo, antara lain menjelaskan betapa pentingnya memahami proses penyusunan Undang-Undang Dasar (Sekretariat Negara Indonesia, 1995:264).

“Paduka Tuan Ketua! Undang-Undang Dasar Negara Mana Pun Tidak Dapat Dimengerti Sungguh-Sungguh Maksudnya Undang-Undang Dasar Dari Suatu Negara, Kita Harus Mempelajari Juga Bagaimana Terjadinya Teks Itu, Harus Diketahui Keterangan-Keterangannya & Juga Harus Diketahui dalam Suasana Apa Teks Itu Dibikin. Dengan Demikian Kita Dapat Mengerti Apa Maksudnya. Undang-Undang Yang Kita Pelajari, Aliran Pikiran Apa Yang Menjadi Dasar Undang-Undang Itu. Oleh Karena Itu, Segala Pembicaraan dalam Sidang Ini Yang Mengenai Rancangan-Rancangan Undang-Undang Dasar Ini Sangat Penting Oleh Karena Segala Pembicaraan Di Sini Menjadi Material, Menjadi Bahan Yang Historis, Bahan Interpretasi Untuk Menerangkan Apa Maksudnya Undang-Undang Dasar Ini.”

Naskah Undang-Undang Dasar akhirnya diterima dengan suara bulat pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945.

Persiapan Kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia Merdeka, & digantikan dengan dibentuknya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.

Tugas "PPKI" ini yang pertama adalah meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua adalah melanjutkan hasil kerja BPUPKI, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, & mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan bagi negara Indonesia baru.

Anggota "PPKI" sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asalMaluku, 1 orang asal etnis Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, & sebagai wakilnya adalah Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo,Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, & Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno,Drs. Mohammad Hatta & Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), adalah kota terbesar di negara Vietnam & terletak dekat delta Sungai Mekong.

Pada saat "PPKI" terbentuk, keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya keinginan itu terbukti dengan adanya tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada saat itu ada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini adalah hanya merupakan sebuah badan bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak "PPKI" adalah sebuah badan yang ada waktu itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu bagi terbentuknya suatu negara Indonesia baru.

Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang adalah tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI". Jendral Terauchi kemudian akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada "PPKI". dalam suasana mendapat tekanan atau beban berat seperti demikian itulah "PPKI" harus bekerja keras guna meyakinkan & mewujudnyatakan keinginan atau cita-cita luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus & rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil & makmur.

Namun, pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, & sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya memilih Presiden & Wakil Presiden.



Pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia [Tahun] 1945

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia segera mengadakan Sidang. pada sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945 ini telah terjadi kesepakatan & kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yangberagama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut ajaran kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh- tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".

Suasana Sidang PPKI


Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, dibelakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim & Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, dengan dalih demi persatuan & kesatuan bangsa.

Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" & membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan & kompromi atas lobi-lobi politik tersebut. Hasil perubahan yang kemudian disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") & batang tubuh Undang- Undang Dasar 1945", Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan” . Kedua, anak kalimat "Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ketiga, kalimat yang menyebutkan “ Presiden ialah orang Indonesia asli & beragama Islam ” , seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “ & beragama Islam” . Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “ Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya ” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa ” .

Suasana  permufakatan  dan  kekeluargaan,  serta  kesederhanaan  juga
muncul pada saat pengangkatan Presiden & Wakil Presiden. Risalah sidang PPKI mencatat sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995 :445-446)

Anggota OTTO ISKANDARDINATA :
...."Berhubung dengan keadaan waktu saya harap supaya pemilihan Presiden ini  diselenggarakan  dengan  aklamasi  dan  saya  majukan  sebagai  calon, yaitu Bung Karno sendiri.  (Tepuk tangan)"

Ketua SOEKARNO :
...."Tuan-tuan banyak terima kasih atas kepercayaan Tuan-tuan & dengan ini  saya  dipilih  oleh  Tuan-tuan  sekalian  dengan  suara  bulat  menjadi Presiden  Republik  Indonesia. (Tepuk  tangan).  (Semua  anggota  berdiri dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan ”Hidup Bung Karno ” 3x)"

Anggota OTTO ISKANDARDINATA :
..."Pun untuk memilih Wakil Kepala Negara Indonesia saya usulkan cara yang baru ini dijalankan. & saya usulkan Bung Hatta menjadi Wakil Kepala Negara  Indonesia. (Tepuk tangan) (Semua anggota berdiri dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan ”Hidup Bung Hatta” 3x)"

Adapun keputusan penting hasil sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus 1945 adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan & mengesahakan UUD 1945
2) Memilih Ir Soekarno sebagai presiden & Drs. Muh. Hatta sebagai wakil presiden
3) Sebelum terbentuk MPR, pekerjaan presiden sehari-hari dibantu oleh Komite Nasional Indonesisa Pusat.

Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan oleh PPKI merupakan Rancangan Undang-Undang dasar hasil karya BPUPKI setelah mengalami perubahan & penyempurnaan. Beberapa perubahan yang terjadi pada Rancangan UUD 1945 tersebut antara lain:
1.   Hukum dasar diganti dengan Undang-undang dasar
2.   Kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya ....’ diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
3.   Menambahan Rancangan UUD 1945. Tambahan tersebut adalah:
Bab XVI pasal 37 tentang perubahan UUD
Aturan Peralihan pasal I – IV
Aturan Tambahan ayat 1 & 2